Selasa, 20 Desember 2016

cerpen

Judul Cerpen impian besar

Tatapannya kosong, hanya menatap sebuah bunga yang mekar di pekarangan rumahnya, hanya sesekali terlihat simpul senyum di bibirnya, pak yo, biasa orang-orang memanggilnya, nama lengkap suryo pamungkas, yang berarti cahaya terakhir karena memang pak yo merupakan anak terakhir dari 5 bersaudara.
Dahulu pak yo dikenal sebagai seorang inspirator, seorang dengan semangat juang yang begitu besar, kisahnya bermula ketika pak yo masih kanak-kanak, saat itu suryo kecil berumur 8 tahun dan telah duduk di bangku kelas 3, ketertarikannya begitu besar pada pedang, hal itu bermula pada saat kakak tertuanya pulang dari merantaunya dengan membawa sebilah katana, sebuah pedang khas negeri jepang, kakaknya memang seorang pelaut yang telah berlayar ke berbagai tempat, sesekali ia menyentuh katana itu, begitu bagus, begitu gagah jika membawanya, begitu yang ada di pikirannya. Mulai saat itu ia begitu terobsesi dengan benda itu, sangat besar keinginananya untuk dapat membuat benda itu sendiri, sehingga terkadang diwaktu luangnya ia menggambar pada bagian paling belakang bukunya, desain-desain pedang yang ingin dia buat, tanpa sadar hal itu telah menjadi hobinya. Dan terus berlanjut hingga ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Ketika pak yo berumur 14 tahun ia mulai belajar tentang bagaimana cara membuat pedang. Desa tempat tinggal pak yo tidak begitu jauh dari desa Gaman, desa Gaman tersohor dengan sentra pembuatan benda tajamnya, mulai dari peralatan pertanian hingga perlatan dapur berupa pisau dan yang lainya, kebetulan teman satu kelasnya ada yang berasal dari desa Gaman, laras namanya, gadis manis berkulit sawo matang dengan rambut lurus sebahu yang selalu dikuncir layaknya ekor kuda,
Pak Yo remaja dan Laras awalnya tidak begitu akrab, hanya teman satu kelas biasa, hingga suatu saat keduanya melakukan kesalahan yang sama yakni lupa akan pekerjaan rumah yang di berikan bu guru, dan mereka harus melaksanakan hukuman karena hal itu. Mereka berdua harus membersihkan kelas setelah pulang sekolah. Pada saat membersihkan kelas, awalnya mereka hanya saling diam, kemudian tanpa sengaja Laras melihat gambar pada bagian belakang buku pak Yo, mulailah terjadi obrolan di antara mereka. Sejak itu pak Yo dan Laras mulai dekat.
Laras bercerita tentang bapaknya, pak Broto yang merupakan seorang pandai besi. Dengan semangatnya pak Yo ingin belajar cara membuat pedang dari beliau. Setiap pulang sekolah pak Yo remaja mampir kerumah laras untuk belajar menjadi pandai besi, tak butuh waktu lama untuk pak yo belajar, dalam beberapa bulan pak yo telah belajar dengan baik dan telah berhasil membuat pisau dengan kualitas yang bagusn dan kemampuan pak yo diakui oleh pak Broto.
Dengan kemampuanya, pak Yo remaja mulai dipercaya olah pak Broto untuk membantunya membuat pisau, tempat produksi pak Broto merupakan salah satu tempat produksi pisau terbaik di desa Gaman. Pisau buatan pak yo sangat disukai para pembeli karena bentuknya yang elegan dan tingkat ketajaman yang begitu tinggi.
Pak Yo remaja teringat akan impiannya untuk membuat sebuah katana, hai ini ia sampaikan kepada pak Broto. Sebagai imbalan karena telah banyak membantunya, pak Broto kemudian menyetujui untuk membantu pak Yo membuat sebuah katana. Pak Yo remaja kemudian menunjukkan hasil desain katana miliknya. Pak Broto kemudian mengambil sebatang baja dengan kualitas tinggi yang selama ini ia simpan, pak Broto berkata bahwa baja ini merupakan baja spesial. Baja dengan tekstur sempurna, sangat sulit untuk menemukan baja dengan kualitas seperti ini.
Pak Yo remaja mulai membuat katana impiannya, dibantu dengan arahan dari pak Broto dalam waktu 3 bulan katana itu berhasil ia buat. Sebuah katana dengan kualitas yang begitu tinggi berhasil ia ciptakan. Kebanggaan yang begitu besar, kepuasan yang teramat sangat ia rasakan ketika meliat katana hasil karyanya. Kemampuan katana itu begitu mengagumkan, beberapa parang yang diadu dengan katana itu terpotong layaknya sebuah batang pisang, begitu mudahnya terpotong, hal ini membuat banyak orang kagum.
Waktu berjalan dan kini pak Yo telah lulus dari sekolah menengah atas, karena kemampuan keuangan keluarga yang pas-pasan terpaksa pak Yo tidak dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan memilih untuk langsung bekerja. Pak yo ikut kakak tertua sebagai Pelaut dan berlayar ke berbagai Negara, hal ini mengakibatkan ia harus jauh dari desanya dan baru bisa pulang dalam beberapa bulan. Terkadang ia merasa kangen akan kampung halamannya dan kangen dengan laras tentunya. Laras merupakan satu-satunya gadis yang ada di hatinya, dan mereka memiliki rasa yang sama, namun karena pak Yo merupakan seorang pemalu maka rasa itu belum ia ungkapkan hingga saat ini.
Setelah 6 bulan berlayar pak yo pulang ke kampung halaman, namun hal yang berbeda terjadi disana, desa yang ia kenal tidak sama seperti terakhir ia tinggalkan, desanya kini berubah, desa yang dulu penuh tawa ceria berubah menjadi desa penuh duka, telah terjadi perang antar desa disana. Ada sebuah permasalahan serius yang menyebabkan pertikaianan ini terjadi.
Pak yo dan kakaknya bergegas pergi ke rumah mereka, mereka mencari kedua orangtua mereka, namun setelah berkeliling rumah mereka tidak menemukan bapak dan ibu mereka, kemudian ada seorang tetangga memberi tahu bahwa orangtua mereka tengah di rumah sakit. Kabar yang begitu pahit mereka dengar begitu sampai di rumah sakit, dua orang saudara mereka tengah terbujur kaku di ruang mayat, suara tangis ibu mereka tak henti-hentinya terdengar. Sedangkan satu saudara mereka yang lain tengah berada di ruang ICU karena luka parah di punggungnya, luka sayatan benda tajam membuat luka yang begitu dalam di tubuhnya. Di ruangan itu hanya terdengat suara alat pemantau detak jantung yang senantiasa menambah kalutnya suasana disaat itu. Semua hanya bisa terdiam, sang bapak hanya duduk termenung di kursi tempat mereka menunggu di depan ruang ICU.
Perlahan pak yo mulai bertanya, apa yang sebenarnya terjadi, dan bapaknya mulai bercerita. Awal perselisihan bermulai dari niat salah seorang tetangga pak Yo yang ingin mengambil sebuah katana di rumah pak broto. Namun rencana mereka gagal lantara aksi itu kepergok sang pemilik rumah yakni pak broto, terjadi perkelahian disana sehingga mengakibatkan salah seorang pencuri tewas dengan kepala terpenggal. Hal ini membuat keluarga pencuri yang tidak lain adalah tetangga pak yo marah dan berniat balas dendam. Dan sangat disayangkan orang yang menjadi korban kemarahan mereka tak lain dan tak bukan ialah Laras. Laras meninggal dengan cara yang sama, begitu malang nasib gadis itu. Seketika itu juga bagai tersambar petir, pak Yo lemas mendengar cerita dari sang bapak. Namun pak yo berusaha tegar dan menahan tangis nya untuk mendengarkan kembali cerita bapaknya. Kematian laras membuat warga desa Gaman kalap, mereka berniat akan membumi hanguskan desa pak yo. Pak broto bersama dengan warga desa gaman lainnya mulai menyerang desa pak Yo, kejadian itu begitu cepat, mereka membawa senjata terbaik buatan mereka termasuk katana buatan pak Yo yang dipegang oleh pak Broto. Senjata dari desa pak Yo tak ada yang mampu menandingi katana buatan pak Yo, banyak orang yang tewas kala itu termasuk kedua saudara pak Yo. kala itu desa pak yo tak dapat berbuat banyak karena memang desa Gaman terkenal dengan banyaknya ahli senjata dan ahli beladiri disana. Pertikaian itu kini telah usai dengan adanya kesepakatan dari kedua kepala desa didampingi oleh pak bupati dan kapolres disana. Pak broto ditetapkan sebagai salah satu tersangka dan kini dalam proses pengejaran.
Pak Yo dengan langkah terkulai beranjak pergi dari rumah sakit dan menuju ke rumah Laras, sepanjang jalan tatapan penuh dendam masih terlihat dari mata para warga Gaman. Mereka tahu karena sejatinya akar permasalahan ini adalah katana buatan pak Yo. Sesampainya di rumah laras, pak yo bertemu dengan ibu nya laras yang kemudian mengantarnya ke makam Laras. Di depan batu nisan Laras pak Yo menangis sejadi-jadinya, penyesalan yang teramat sangat ia rasakan, masih teringat jelas setiap guratan senyum di bibirnya, ingatan akan tawa dan candanya semakin membuat pak Yo berteriak dalam tangisnya. Katana impian buatannya yang telah membuat ini terjadi. Itu yang ada dalam pikirannya
Perlahan ia mendengar langkah kaki dari belakang, pak Broto perlahan menghampirinya. Beliau bercerita, sebelum Laras meninggal, ia tengah dalam perjalannya menuju rumah pak Yo. Laras membawakan sesuatu, ia membawa sebuah pisau dan secarik kertas yang berisi tulisan tangan tentang impian nya. Pak Broto bercerita akhir-akhir ini laras membuat sebuah pisau, ia berkata akan membuat masakan yang lezat dengan pisau itu, kelak ketika ia menikah nanti. dan pisau itu khusus ia buat dengan segenap hati dan impiannya. Ya, pisau itu merupakan ungkapan hati Laras kepada pak Yo.
Pak Broto kemudian berkata bahwa ia akan menyerahkan diri dan mempertanggung jawabkan perbuatanya, dan beliau juga berkata bahwa bukan beliau yang membunuh kedua saudara pak Yo. Kemudian pak broto menyerahkan katana itu kepada pak Yo. Pada awalnya pak yo menolak katana itu, namun setelah mendengar nasihat dari pak broto ia kemudian mau menerimanya.
Kini katana itu bersanding dengan sebilah pisau buatan laras, katana dan pisau itu menyatu dalam sebuah kotak kaca di dalam ruangan khusus di dalam rumah pak yo.
Pak yo masih dalam lamunannya, namun seketika ia tersadar ketika mendengar suara mungil memangilnya kakek. Ia kini hidup bersama dengan anak-anak yatim piatu di sebuah rumah yang ia miliki dari hasil keterampilanya membuat pisau dan pedang, kemampuanya telah diakui dunia. pisau hasil karyanya telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. pisau yang digunakah oleh para ahli masak dari seluruh penjuru dunia, pisau yang digunakan oleh para ibu untuk membuat masakan spesial untuk keluarganya, pisau dengan kualitas nomor wahid, pisau yang dikenal dengan nama LARAS.
Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar